ONTOLOGI
Ontologi
merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Dan merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu
yang ada. Hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan
sementara atau keadaan yang menipu juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang ontology sebagai dasar ilmu berusaha menjawab apa yang
menurut Aristoteles merupakan The First
Philosophy merupakan ilmu mengenai esensi benda.
Kata ontology berasal dari perkataan Yunani, On: being dan Logos: logic.
Jadi ontology adalah The Theory of Qua
Being (teori keberadaan dan sebagai keberadaan). Teori antologi pertama
kali diperkenakan oleh Rudolf Giclenius pada tahun 1636 M. Untuk memahami teori
tentang hakikat yang bersifat metafisis dalam perkembangannya Christiam Wolff
(1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan
metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah dari ontology.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontology adalah cabang filsaat yang membicarakan primsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Dalam pemahaman antologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran seperti, monoisme, pluralism, nihilisme, dan agnotisisme.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontology adalah cabang filsaat yang membicarakan primsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Dalam pemahaman antologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran seperti, monoisme, pluralism, nihilisme, dan agnotisisme.
A. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruhnya kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun
rohani. Pahami ini kemudian terbagi ke dalam 2 aliran:
1.
Materialisme
Aliran ini menganggap bhawa sumber yang asal itu adalah materi bukan
rohani. Aliran ini sering juga disbut dengan naturalisme. Mernurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa
atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh
merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu
cara tertentu. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan
bahwa yang merupakan hakikat adalah:
§ Pikiran yang masih sederhana, apa
yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
§ Pikiran sederhana tidak mampu
memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
§ Penemuan-penemuan menunjukan betapa
bergantungnya jiwa pada badan.
2.
Idealisme
Aliran
idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti serba cita sedang
spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu
sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan
yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya,
yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
·
Nilai
ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi
kehidupoan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga
materi hanyalah badannya bayangan atau penjelmaan.
·
Manusia
lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
·
Materi
ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi
itu saja.
Dalam perkembangannya, aliran ini
ditemui pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap
yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu.
Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam
ide itu. Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud
sesuatu.
B.
Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara
dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut
aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul
bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam
menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas.
Tokoh paham ini adalah Descrates (1596-1650) yang
dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menanamkan kedua hakikat dengan
istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum
dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de Prima Philosphia
(1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya yang terkenal dengan
Cogito Descrates (metode keraguan
Descrates/Cartesian Doubt). Disamping Descrates, ada juga Benedictus de Spinoza
(1631-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716).
C.
Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk
merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa
segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of
Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan
alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.Tokoh
modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). Kelahiran New York dan
terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The
Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
D.
Nihilisme
Nihilisme berasal
dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sdebuah doktrin yang
tidak mengakui validitas alternatif positif. Tokoh aliran ini diantaranya
adalah Fredrich Nietzsche (1844-1900 M). Dilahirkan di Rocken di Pursia, dari
keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa “Allah sudah mati”.
E.
Agnotisisme
Paham yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin
mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya. Manusia tidak
mungkinmengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab menurut aliran
ini kemampuan manuisa sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat
tentang sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu
kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Aliran ini dapat kita temui dalam
filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger,
Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-1855) yang terkenal dengan julukan
sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah hidup
sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan
tidak dapat dijabrkan ke dalam sesuatu yang lain.
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau
penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda materi maupun
rohani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia
diragukan kemampuannya mengetahui hakikat bahkan menyerah sama sekali.
EPISTEMOLOGI
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etomologi,
istilah etomologi berasal dari kata Yunani episteme:
pengetahuan dan logos : teori.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal
mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan.
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara
menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan
mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan
perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal
budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman,
intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga dikenal
dengan adanya model-model epiostemologik seperti: rasionalisme, empirisme,
kritisisme atau rasinalisme kritis, positivisme, fenomonologis dengan berbagai
variasinya. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan
lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya
adalah:
1.
Metode Induktif
Induktif yaitu suatu metode yang menyimpulkan
pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang
lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan universal. Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka
akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam
dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam
lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di atas bisa
diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut
sintetik.
2.
Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang
menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem
pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah
adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada
penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut
mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain
dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris
kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
3.
Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte
(1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual,
yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada
sebagai fakta. Oleh karena itu, iamenolak metafisika. Apa yang diketahui secara
positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode
ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang
gejala-gejala saja.
4.
Metode
Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan
indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang
dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan sutu kemampuanakal yang
disebut dengan intuisi.
5.
Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula
berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini
diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini
dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk
mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
AKSIOLOGI
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios
(Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah
“Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang
nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama,
etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek
formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah
laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat
tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi
subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia
menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya
tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan
apakah ini bersifat psikis atau fisis.
Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti
perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Nilai itu objektif, jika
ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif
muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme.
Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada
objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus
bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan
eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur
kualitas kemampuannya.
HUBUNGNAN
ANTARA LANDASAN
ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU
Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan
serangkaian gerak pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah
kesimpulan yang berupa pengetahuan [knowledge]. Manusia dalam berpikir
mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang
dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak
banyaknya serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya
manusia untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni
: Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
A.
Landasan Ontologi
Ontologi merupakan salah satu diantara
lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam
pikiran orang Barat sudah menunjukkan munculnya perenungan di bidang
ontologi. Ontologi membahas bidang
kajian ilmu atau obyek ilmu. Penentuan obyek ilmu diawali dari subyeknya. Yang
dimaksud dengan subyek adalah pelaku ilmu. Subyek dari ilmu adalah manusia;
bagian manusia paling berperan adalah daya pikirnya.
Adapun yang menjadi dasar ontologi adalah “Apakah yang
ingin diketahui ilmu atau apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?”. Ilmu
membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris, mencakup seluruh
aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia atau yang dapat
dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan pancainderanya.
Ruang lingkup kemampuan pancaindera manusia dan
peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu pancaindera tersebut membentuk apa
yang dikenal dengan dunia empiris. Dengan demikian obyek ilmu adalah dunia
pengalaman indrawi. Ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat
empiris.
Pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris ini pada
dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu
sebab kejadian alam sesungguhnya sangat kompleks. Ilmu tidak bermaksud
"memotret" atau "mereproduksi" suatu kejadian tertentu dan
mengabstaraksikannya kedalam bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti
mengapa hal itu terjadi, dengan membatasi diri pada hal-hal yang asasi. Atau
dengan perkataan lain, proses keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat empiris
tertentu, menjangkau lebih jauh dibalik kenyatan-kenyataan yang diamatinya
yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat diperkirakan melalui
kenyataan-kenyataan iru. Disinilah manusia melakukan transendensi terhadap
realitas.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat
beberapa andaian [asumsi] mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab
pernyataan asumstif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan
penelaahan kita.
Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :
Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :
§ Asumsi pertama : Asumsi ini menganggap bahwa
obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain misalnya dalam hal
bentuk struktur, sifat dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan pendekatan
keilmuan pertama terhadap obyek.
§ Asumsi kedua : Asumsi ini menganggap bahwa suatu benda
tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu (tidak absolut tapi
relatif ). Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek
dalam keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif,
artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu
tertentu. Dengan demikian memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan
terhadap obyek yang sedang diselidiki.
§ Asumsi ketiga : Asumsi ini menganggap tiap gejala
bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai
pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan/sekuensial kejadian yang sama.
B.
Landasan
Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara
mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha kita memperoleh pengetahuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Ilmu lebih bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut keilmuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Ilmu lebih bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut keilmuan.
Epistemologi mempermasalahkan kemungkinan mendasar
mengenai pengetahuan. Dalam perkembangannya epistemologI menampakkan jarak yang
asasi antara rasionalisme dan empirisme, walaupun sebenarnya terdapat
kecenderungan beriringan. LandasanepistemologI tercermin secara operasional
dalam metode ilmiah . Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu
memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan dengan berdasarkan :
§ Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan
argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil
disusun.
§ Menjabarkan
hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut dan melakukan
verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan
secara factual.
C.
Landasan Aksiologi
Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe
nilai, kriteria nilai, status metafisika nilai. Pada adasarnya ilmu harus
digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai
sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan
menitik beratkan pada kodrat dan martabat. Untuk kepentingan
manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara
komunal dan universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar