Rangkasbitung merupakan
salah satu kecamatan dari kabupaten Lebak, dan Rangkasbitung juga sebagai ibu kota
kabupaten Lebak. Luas wilayah kecamatan ini sekitar 6,795,61 Ha. Tata letak kota
Rangkasbitung ini menganut pada system kerajaan, dimana alun-alun, mesjid dan pendopo
menjadi pusat kota. Di sebelah kecamatan kota Rangkasbitung, berbatasan dengan kabupaten
Serang, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Cimarga, dan sebelah barat berbatasan
dengan kecamatan Maja.
Di Rangkasbitung terdapat dua sungai yang melintasi kawasan
Rangkasbitung, salah satunya adalah sungai terbesar di provinsi Banten, yakni sungai
Ciujung dan sungai Ciberang yang berhulu di Kabupaten Bogor. Sungai Ciujung
yang sekarang sering kita lihat dengan ukurannya yang begitu lebar ternyata dahulu kala tidak begitu besar hanya
kira-kira berukuran 2 meter. Seiring berjalannya waktu, banyak masyarakat yang
tidak bertanggung jawab memanfaatkan pasir di sekitar sungai dan dieksploitasi besar-besaran
untuk kepentingan pribadi, sehingga sungai terus melebar dan mengakibatkan banjir.
Terlepas dari persoalan tentang banjir, ternyata di
aliran sungai Ciujung ini, pada dahulu kala sekitar tahun 1970an sungai Ciujung
dan sungai Ciberang menjadi lokasi pasar awi atau pasar bambu. Jadi, saat itu banyak
sekali warga diluar Rangkasbitung yang menjual bambu melalui sungai dengan hanya
bermodalkan rakit. Setelah sampai di jembatan dua Rangkasbitung, para pedagang bambu
dan pembeli bambu mulai saling berinteraksi jual beli.
Menurut sejarah yang ada, nama Rangkasbitung diambil dari
kata rangsak yang berarti rusak. Lalu kata bitung diambil dari salah satu jenis
bambu. Jadi, Rangkasbitung secara singkatnya adalah bambu rusak. Menurut pendahulu-pendahulu
atau kokolot yang ada di kecamatan ini, Rangkasbitung dahulunya adalah hutan semak
belukar yang ditengah-tengah hutan tersebut terdapat ladang awi bitung yang
tumbuh hampir
menyelimuti pandangan. Jadi, sah-sah saja jika kota ini di berinama Rangkasbitung
karena terkenal dengan sungai Ciujungnya. Selain terkenal dengan sungai ciujungnya, Rangkasbitung
pun memiliki bangunan-bangunan monumen bersejarah pada era kolonial Belanda
yang masih berdiri kokoh di setiap sudut rangkasbitung, diantarnya : Stasiun
kererta api rangkasbitung, Vihara Ananda Avalokithesvara, Gereja Bethel, Gereja
kristen pasundan, Gereja kristen katolik, Bekas rumah pegawai PJKA, Rumah sakit
misi, SMPN 1 Rangkasbitung, dan Gedung Djuang Pamitran.
Uraian diatas merupakan asal nama kota Rangkasbitung.
Dahulu kota ini merupakan salah satu dari sekian banyak kota yang menjadi jajahan
colonial Belanda. Pada saat itu Rangkasbitung perekonomiannya buruk, banyak terjadi
korupsi, datanglah seorang warga Negara Belanda yaitu Eduard Dowes Dekker
alisan Max Havelaar yang ditugaskan menjadi Asisten Residen, kedatangannya bertujuan
mengubah perekonomian Rangkasbitung yang sebetulnya Rangkasbitung kaya akan sumber
daya alam akan tetapi masyarakat banyak dibodohi, dari petinggi-petingginya memanfaatkan
tenaga warga yang telah bekerja namun hidupnya tetap miskin karena dikorupsi petinggi
tersebut. Kondisi umum rangkasbitung dan kabupaten Lebak khususnya digambarkan oleh
Dowes Dekker dalam novelnya yang berjudul “Max Havelaar”.Memang, Dowes Dekker
tidak berhasil mengangkat taraf hidup masyarakat lebih baik. Ia difitnah dan dicampakkan
dari jabatannya sebagai asisten residen Lebak. Kendati ia seorang pegawai kolonial,
semangatnya untuk melakukan perubahan dan meningkatkan taraf hidup penduduk lebak,
menjadi contoh yang patut ditiru.
Wajar saja, seorang penyair terkenal di Indonesia yaitu WS.Rendra
menulis puisi “Doa Pemuda Rangkasbitung Rotterdam”, dan harapan ribuan warga lainnya.
Semoga tak adalagi ketimpangan social ekonomi yang mendera, tak adalagi kemiskinan
yang melilit, dan tak adalagi korupsi yang merajalela.
Namun, pada kenyataannya di masa sekarang ini, masih banyak
kemiskinan di kota Rangkasbitung. Menurutsaya, hal ini dikarenakan rendahnya mutu
pendidikan di kota Rangkasbitung ini. Tidak seperti apa yang menjadi julukan kota
ini yaitu “Kota Pelajar”, tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat di
kotaini yang tidak sekolah.
Pendidikan merupakan hal yang begitu penting untuk meningkatkan
sosial, ekonomi, budaya dan politik. Melihat sejarah rangkasbitung yang buruk akan
social dan ekonomi, sehingga dibutuhkan generasi-generasi yang mampu mengubah Rangkasbitung
menjadi lebih baik dalam segi ekonomi, social, budaya dan politik. Dimana,
pendidikan lah yang menjadi fakor utama dalam membentuk generasi-generasi yang
bermutu yang mampu bersaing di era globalisasi ini.
Sudah sepatutnya pemerintah mempermudah pendidikan di
Rangkasbitung ini, agar seluruh masyarakat dapat mearasakan bangku sekolah,
karena merekalah yang akan mengubah Rangkasbitung di masa yang akan datang menjadi
kota yang tidak tertinggal lagi, pada intinya kita harus bangun dari sejarah Rangkasbitung
yang terkenal dengan keterbelakangan dan kemiskinannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar