Senin, 16 November 2015

ASAL MUASAL KOTA RANGKASBITUNG
            Rangkasbitung merupakan salah satu kecamatan dari kabupaten Lebak, dan Rangkasbitung juga sebagai ibu kota kabupaten Lebak. Luas wilayah kecamatan ini sekitar 6,795,61 Ha. Tata letak kota Rangkasbitung ini menganut pada system kerajaan, dimana alun-alun, mesjid dan pendopo menjadi pusat kota. Di sebelah kecamatan kota Rangkasbitung, berbatasan dengan kabupaten Serang, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Cimarga, dan sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Maja.
            Di Rangkasbitung terdapat dua sungai yang melintasi kawasan Rangkasbitung, salah satunya adalah sungai terbesar di provinsi Banten, yakni sungai Ciujung dan sungai Ciberang yang berhulu di Kabupaten Bogor. Sungai Ciujung yang sekarang sering kita lihat dengan ukurannya yang begitu lebar  ternyata dahulu kala tidak begitu besar hanya kira-kira berukuran 2 meter. Seiring berjalannya waktu, banyak masyarakat yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan pasir di sekitar sungai dan dieksploitasi besar-besaran untuk kepentingan pribadi, sehingga sungai terus melebar dan mengakibatkan banjir.
            Terlepas dari persoalan tentang banjir, ternyata di aliran sungai Ciujung ini, pada dahulu kala sekitar tahun 1970an sungai Ciujung dan sungai Ciberang menjadi lokasi pasar awi atau pasar bambu. Jadi, saat itu banyak sekali warga diluar Rangkasbitung yang menjual bambu melalui sungai dengan hanya bermodalkan rakit. Setelah sampai di jembatan dua Rangkasbitung, para pedagang bambu dan pembeli bambu mulai saling berinteraksi jual beli.
            Menurut sejarah yang ada, nama Rangkasbitung diambil dari kata rangsak yang berarti rusak. Lalu kata bitung diambil dari salah satu jenis bambu. Jadi, Rangkasbitung secara singkatnya adalah bambu rusak. Menurut pendahulu-pendahulu atau kokolot yang ada di kecamatan ini, Rangkasbitung dahulunya adalah hutan semak belukar yang ditengah-tengah hutan tersebut terdapat ladang awi bitung yang tumbuh hampir menyelimuti pandangan. Jadi, sah-sah saja jika kota ini di berinama Rangkasbitung karena terkenal dengan sungai Ciujungnya. Selain terkenal dengan sungai ciujungnya, Rangkasbitung pun memiliki bangunan-bangunan monumen bersejarah pada era kolonial Belanda yang masih berdiri kokoh di setiap sudut rangkasbitung, diantarnya : Stasiun kererta api rangkasbitung, Vihara Ananda Avalokithesvara, Gereja Bethel, Gereja kristen pasundan, Gereja kristen katolik, Bekas rumah pegawai PJKA, Rumah sakit misi, SMPN 1 Rangkasbitung, dan Gedung Djuang Pamitran.
            Uraian diatas merupakan asal nama kota Rangkasbitung. Dahulu kota ini merupakan salah satu dari sekian banyak kota yang menjadi jajahan colonial Belanda. Pada saat itu Rangkasbitung perekonomiannya buruk, banyak terjadi korupsi, datanglah seorang warga Negara Belanda yaitu Eduard Dowes Dekker alisan Max Havelaar yang ditugaskan menjadi Asisten Residen, kedatangannya bertujuan mengubah perekonomian Rangkasbitung yang sebetulnya Rangkasbitung kaya akan sumber daya alam akan tetapi masyarakat banyak dibodohi, dari petinggi-petingginya memanfaatkan tenaga warga yang telah bekerja namun hidupnya tetap miskin karena dikorupsi petinggi tersebut. Kondisi umum rangkasbitung dan kabupaten Lebak khususnya digambarkan oleh Dowes Dekker dalam novelnya yang berjudul “Max Havelaar”.Memang, Dowes Dekker tidak berhasil mengangkat taraf hidup masyarakat lebih baik. Ia difitnah dan dicampakkan dari jabatannya sebagai asisten residen Lebak. Kendati ia seorang pegawai kolonial, semangatnya untuk melakukan perubahan dan meningkatkan taraf hidup penduduk lebak, menjadi contoh yang patut ditiru.
            Wajar saja, seorang penyair terkenal di Indonesia yaitu WS.Rendra menulis puisi “Doa Pemuda Rangkasbitung Rotterdam”, dan harapan ribuan warga lainnya. Semoga tak adalagi ketimpangan social ekonomi yang mendera, tak adalagi kemiskinan yang melilit, dan tak adalagi korupsi yang merajalela.
            Namun, pada kenyataannya di masa sekarang ini, masih banyak kemiskinan di kota Rangkasbitung. Menurutsaya, hal ini dikarenakan rendahnya mutu pendidikan di kota Rangkasbitung ini. Tidak seperti apa yang menjadi julukan kota ini yaitu “Kota Pelajar”, tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat di kotaini yang tidak sekolah.
            Pendidikan merupakan hal yang begitu penting untuk meningkatkan sosial, ekonomi, budaya dan politik. Melihat sejarah rangkasbitung yang buruk akan social dan ekonomi, sehingga dibutuhkan generasi-generasi yang mampu mengubah Rangkasbitung menjadi lebih baik dalam segi ekonomi, social, budaya dan politik. Dimana, pendidikan lah yang menjadi fakor utama dalam membentuk generasi-generasi yang bermutu yang mampu bersaing di era globalisasi ini.
            Sudah sepatutnya pemerintah mempermudah pendidikan di Rangkasbitung ini, agar seluruh masyarakat dapat mearasakan bangku sekolah, karena merekalah yang akan mengubah Rangkasbitung di masa yang akan datang menjadi kota yang tidak tertinggal lagi, pada intinya kita harus bangun dari sejarah Rangkasbitung yang terkenal dengan keterbelakangan dan kemiskinannya.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar